Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About this blog

Menjadi Muslimah yang tangguh dan berkualitas
RSS

INILAH YANG DINAMAKAN SYUKUR SEJATI




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ -١٧٢-
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami Berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Ayat ini merupakan penguatan dari Allah Ta’ala kepada hambanya agar menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambahan karuniaNya. Di dalam ayat ini Allah menyuruh hamba-hambaNya yang beriman memakan makanan yang baik dari rezeki yang telah dianugerahkanNya kepada mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bersyukur kepadaNya jika mereka mengaku sebagai hambaNya. Di dalam Madarijus Salikin disebutkan bahwa Allah menamakan DiriNya Asy-Syakir dan Asy-Syakur, dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama ini. Dengan begitulah Allah mensifati mereka dengan sifatNya dan memberikan nama kepada mereka dengan namaNya. Yang demikian sudah cukup untuk menggambarkan kecintaan dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada orang-orang yang  bersyukur. Pengabaran tentang sedikitnya  orang-orang yang bersyukur di dunia ini berarti menunjukkan kekhususan mereka. Ini menandakan bahwa orang yang tidak bersyukur lebih banyak daripada orang yang bersyukur. Hal ini tidak bisa dipungkiri bagi orang yang berakal bersih. Sebagaimana orang yang ingkar terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala juga lebih banyak daripada orang yang beriman. Demikianlah keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya,
……..”وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ" -١٣-  
“……Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur .”(QS. Saba’: 13)
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ketika kedua telapak kaki beliau bengkak karena terlalu lama berdiri mendirikan shalat malam, lalu ada orang yang bertanya kepada beliau, “Mengapa engkau melakukan yang demikian itu, padahal Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lampau dan yang akan datang?” Maka beliau menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?”
Beliau juga pernah berkata kepada Mu’adz, “Demi Allah wahai Mu’adz, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah engkau lupa mengucapkan setiap usai shalat,
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَي ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ {رواه أبوداود}
Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingatMu, bersyukur kepadaMu dan beribadah dengan baik kepadaMu.” (HR. Abu Daud)
Sebuah peringatan tentu akan sangat bermanfaat bagi orang yang beriman. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan kita dari perbuatan kufur nikmat setelah memerintahkan hambaNya untuk bersyukur dan menjelaskan keutamaan yang akan di dapatinya sebagaimana penjelasan Al-Imam As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsir beliau, “Jika seseorang bersyukur niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan nikmat yang dia berada padanya dan menambahnya dengan nikmat yang lain.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan Rabb kalian telah mengumumkan jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku sangat pedih .” (QS. Ibrahim: 7)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan, “Jika kalian mengkufuri nikmat,, menutup-nutupinya dan menentangnya maka (azab-Ku sangat pedih) yaitu dengan dicabutnya nikmat tersebut dan siksa Allah Ta’ala menimpanya dengan sebab kekufurannya. Dan disebutkan dalam sebuah hadits, ‘Sesungguhnya seseorang diharamkan untuk mendapatkan rezeki karena dosa yang diperbuatnya’.”
Apakah yang menyebabkan manusia tidak mau mensyukuri nikmat Allah? Dalam hal ini Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan, “Makhluk ini tidak mau mensyukuri nikmat karena padanya ada dua (sifat) yaitu kejahilan dan kelalaian. Kedua sifat ini menghalangi mereka untuk mengetahui nikmat. Karena tidak memungkinkan bahwa seseorang itu  akan bisa bersyukur tanpa mengetahui nikmat (sebuah pemberian). Jika pun mereka mengetahui nikmat, mereka menyangka bahwa bersyukur itu hanya sebatas mengucapkan Alhamdulillah atau syukrullah dengan lisan. Mereka tidak mengetahui bahwa makna syukur adalah mempergunakan nikmat pada jalan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Kesimpulan ucapan Ibnu Qudamah rahimahullahu adalah banyak manusia yang tidak bersyukur karena ada dua perkara yang melandasinya yaitu kejahilan dan kelalaian. Allah Subhanahu wa Ta’ala menasehatkan kepada orang-orang Mukmin, agar memanfaatkan nikmat-nikmatNya dan agar tidak mengharamkan sesuatu tanpa dalil dan alasan, karena nikmat-nikmat tadi pada dasarnya diciptakan untuk mereka. Dimaklumkan bahwa rezeki Allah bukanlah untuk memuaskan keinginan perut dan pelampiasan nafsu semata. Karena, buah dari ini semua adalah amal shalih. Maka, nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala harus dimanfaatkan di jalan yang terbaik dan inilah yang dinamakan syukur sejati.
Maroji’:
Ø  Madarijus Salikin. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Juz 2
Ø  Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Jilid 1
Ø  Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 288


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS