يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ -١٧٢-
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah
dari rezeki yang baik yang Kami Berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,
jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
(QS. Al-Baqarah: 172)
Ayat ini merupakan penguatan dari Allah Ta’ala kepada hambanya agar
menjadikan syukur sebagai sebab untuk mendapatkan tambahan karuniaNya. Di dalam
ayat ini Allah menyuruh hamba-hambaNya yang beriman memakan makanan yang baik
dari rezeki yang telah dianugerahkanNya kepada mereka. Oleh karena itu,
hendaklah mereka bersyukur kepadaNya jika mereka mengaku sebagai hambaNya. Di
dalam Madarijus Salikin disebutkan bahwa Allah menamakan DiriNya
Asy-Syakir dan Asy-Syakur, dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan
dua nama ini. Dengan begitulah Allah mensifati mereka dengan sifatNya dan
memberikan nama kepada mereka dengan namaNya. Yang demikian sudah cukup untuk
menggambarkan kecintaan dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
diberikan kepada orang-orang yang
bersyukur. Pengabaran tentang sedikitnya
orang-orang yang bersyukur di dunia ini berarti menunjukkan kekhususan
mereka. Ini menandakan bahwa orang yang tidak bersyukur lebih banyak daripada
orang yang bersyukur. Hal ini tidak bisa dipungkiri bagi orang yang berakal
bersih. Sebagaimana orang yang ingkar terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala
juga lebih banyak daripada orang yang beriman. Demikianlah keterangan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dalam firmanNya,
……..”وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ"
-١٣-
“……Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur .”(QS.
Saba’: 13)
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahwa ketika kedua telapak kaki beliau bengkak karena
terlalu lama berdiri mendirikan shalat malam, lalu ada orang yang bertanya
kepada beliau, “Mengapa engkau melakukan yang demikian itu, padahal Allah telah
mengampuni dosa engkau yang telah lampau dan yang akan datang?” Maka beliau
menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?”
Beliau juga pernah berkata kepada Mu’adz, “Demi Allah wahai Mu’adz,
aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah engkau lupa mengucapkan setiap usai
shalat,
اللَّهُمَّ
أَعِنِّيْ عَلَي ذِكْرِكَ وَ شُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ {رواه أبوداود}
“Ya Allah, tolonglah aku untuk
mengingatMu, bersyukur kepadaMu dan beribadah dengan baik kepadaMu.” (HR. Abu Daud)
Sebuah peringatan tentu akan sangat bermanfaat bagi orang yang
beriman. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan
kita dari perbuatan kufur nikmat setelah memerintahkan hambaNya untuk bersyukur
dan menjelaskan keutamaan yang akan di dapatinya sebagaimana penjelasan Al-Imam
As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsir beliau, “Jika seseorang bersyukur
niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan nikmat yang dia
berada padanya dan menambahnya dengan nikmat yang lain.”
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan Rabb kalian telah mengumumkan jika kalian bersyukur niscaya
Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku
sangat pedih .” (QS. Ibrahim:
7)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan, “Jika
kalian mengkufuri nikmat,, menutup-nutupinya dan menentangnya maka (azab-Ku
sangat pedih) yaitu dengan dicabutnya nikmat tersebut dan siksa Allah Ta’ala
menimpanya dengan sebab kekufurannya. Dan disebutkan dalam sebuah hadits, ‘Sesungguhnya
seseorang diharamkan untuk mendapatkan rezeki karena dosa yang diperbuatnya’.”
Apakah yang menyebabkan manusia tidak mau mensyukuri nikmat Allah?
Dalam hal ini Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan, “Makhluk ini tidak
mau mensyukuri nikmat karena padanya ada dua (sifat) yaitu kejahilan dan
kelalaian. Kedua sifat ini menghalangi mereka untuk mengetahui nikmat. Karena
tidak memungkinkan bahwa seseorang itu
akan bisa bersyukur tanpa mengetahui nikmat (sebuah pemberian). Jika pun
mereka mengetahui nikmat, mereka menyangka bahwa bersyukur itu hanya sebatas
mengucapkan Alhamdulillah atau syukrullah dengan lisan. Mereka tidak mengetahui
bahwa makna syukur adalah mempergunakan nikmat pada jalan ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.”
Kesimpulan ucapan Ibnu Qudamah rahimahullahu adalah banyak
manusia yang tidak bersyukur karena ada dua perkara yang melandasinya yaitu
kejahilan dan kelalaian. Allah Subhanahu wa Ta’ala menasehatkan kepada
orang-orang Mukmin, agar memanfaatkan nikmat-nikmatNya dan agar tidak
mengharamkan sesuatu tanpa dalil dan alasan, karena nikmat-nikmat tadi pada
dasarnya diciptakan untuk mereka. Dimaklumkan bahwa rezeki Allah bukanlah untuk
memuaskan keinginan perut dan pelampiasan nafsu semata. Karena, buah dari ini
semua adalah amal shalih. Maka, nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala harus dimanfaatkan di jalan yang terbaik dan inilah yang
dinamakan syukur sejati.
Maroji’:
Ø Madarijus
Salikin. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Juz 2
Ø Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Jilid 1
Ø Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal.
288